Senin, 07 Mei 2012

sabar itu tak pernah ada ujungnya ya?

Katanya begitu kan? Yang namanya bersabar ya berat, karena tak ada ujungnya. Apalagi dalam hubungan persahabatan. Kalau mau bertahan lama, dituntut tiap-tiapnya untuk selalu bersabar. Bahkan tak jarang harus saling berkorban. Besarnya tergantung segala sesuatunya.

Teman saya, namanya Hendri mengeluh juga. Ia berteman dengan salah seorang perempuan yang beberapa kali membuatnya marah. Tetapi ada pemakluman dan toleransi, sehingga pertemanan mereka masih berlangsung hingga detik ini. Memang tiap orang ada kelemahan dan kelebihannya. Tetapi kalau salah satu sudah lebih egois dari yang lain, ini saatnya meninjau sebuah hubungan, termasuk pertemanan. 

Lain lagi Tya. Ia memiliki pemakluman yang sangat besar kepada Rene. Sejujurnya ia kurang begitu suka dengan performance Rene. Tetapi lalu ada pertanyaan balik, apakah pertemanan hanya diukur dari sebuah performance? Tampilan fisik? Baiklah, Tya menurunkan standardisasi pertemanan. Lalu muncul masalah.Belakangan sifat egois Rene mulai tampak. Sebagai seorang teman, dan mungkin satu-satunya yang paling setia mendampingi Rena, Tya masih mencoba bersabar. Ia berpikir, berbuat baik kadang memang perlu dipaksa. Ah ya...meskipun dongkol, toh Tya masih berbaik hati.

Tentunya banyak faktor lain untuk memutuskan anda berteman dengan siapa, karena faktor apa bukan? Ini hanya curcol saja kok. Bahwa berkorban itu perlu. Tak usah risau berpikir rewardnya apa. Asal kitanya baik, Tuhan akan kasih terbaik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar