Senin, 18 Februari 2013

jalan yang panjang

"Kamu pernah kan merasakan patah hati? Ya seperti inilah kondisiku saat ini. Seolah otot-ototku tak berfungsi, lemas tanpa ampun. Bisa bangkit adalah kondisi yang sangat kuharapkan kali ini. Apakah bisa? Harus. Itu pilihan satu-satunya. Karena apa? Tak ada yang mampu menolongku kecuali tekadku sendiri. Beratnya luar biasa. Itu bukti, bahwa aku tak bisa mudah menjatuhkan pilihan. Bahwasannya pilihanku itu membuatku terluka, siapa yang dipersalahkan?" Kalimat dari Erti ini terus terngiang di benakku. Untuk skala 1-100 aku menyetujuinya 100. 

Siapa sih yang ingin putus cinta? Jawaban yang mudah sekali bisa ditebak. Tetapi ketika itu terjadi, ya sudahlah. Semuanya juga berhak menangis, membebaskan derita. Menuntutnya kembali itu percuma, sia-sia. Anda melihat foto di atas kan? Jalan di depan masih panjang, ini baru setapak kita lalui. Di depan sana ada tikungan, dan ada bunga yang jauh lebih indah. Pastinya lebih menantang. Toh jalan setapak ini kita pernah di sini, melaluinya bukan? Kalau harus dilewati, artinya kita banyak diberi kesempatan untuk menikmati jalan lain, hingga ke Roma. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar