Senin, 06 Juli 2015

Nongkrong English

Sabtu, 4 Juli 2015, kami mengadakan acara nongkrong english di Repoeblik Nongkrong Coffee Shop, Jl. Tirto Agung 12A-4 Tembalang Walk, Semarang. Acara ini sudah kali ketiga berjalan dengan menampilkan tamu yang berbeda. Minggu pertama kami mengundang Jamel Bechenegra, bule asal Belgia untuk sharing tentang pengalamannya selama studi di Indonesia, Semarang khususnya. Kemudian pada pertemuan kedua kami mendatangkan Miss Riri, guru bahasa di salah satu sekolah internasional. Nah, kali ketiga ini ada dua tamu, Ulan dari Kyrgystan dan Askar dari Tajikistan. Sayangnya, Askar mendadak sakit, kehadirannya digantikan oleh Aslan, mahasiswa asal Turki. Akhirnya acara berjalan seru dan lancar.
keseruan kami di nongkrong english


Para tamu nongkrong english datang dari berbagai kalangan, khusus Sabtu ini, didominasi oleh teman-teman dari Economic English Conversation Club (EECC) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNDIP. Kami berbincang seru tentang Semarang Culinary. Apa yang menarik dari acara ini? Ya, saya akan cerita sedikit, karena serunya sih kalau datang langsung. 

Ulan bercerita pertama kali mendengar Indonesia dari rekomendasi teman dan mencari informasi sendiri dari internet. Menurutnya, belajar di Eropa sudah tidak asing baginya. Tetapi mendengar Indonesia, ini sangat berbeda. Karena itu ia memutuskan untuk mengambil studi di sini. Sementara itu Aslan mengatakan, di negaranya mayoritas muslim, nama Indonesia dan Malaysia tak asing baginya. Kebetulan pemerintah Turki menyediakan beasiswa ke Indonesia. Dengan dalih biaya hidup lebih murah dan banyak cerita mengenai Indonesia yang beautiful. Akhirnya ia pun mengambil jurusan Teknik Arsitektur di perguruan tinggi negeri di Semarang. 

Lalu apa sih makanan di Semarang yang enak menurut mereka? Ulan lebih menyukai nasi goreng, karena bisa masuk di lidahnya. Sedangkan Aslan memilih bakso sebagai makanan favorit, ketika tak ada makanan lain yang menurutnya sesuai. Well, rata-rata mereka mengaku tak ada masalah dengan aneka makanan di Indonesia, karena mereka pun makan nasi di negaranya. Bagaimana dengan orang Indonesia? Menurut mereka, hidup di Indonesia lebih mudah, karena semua orangnya mayoritas ramah dan mudah memberikan informasi kepada orang asing. Ini berbeda dibanding dengan di negaranya. 

Ini sedikit cerita dari hasil nongkrong english sabtu lalu. Minggu depan kami akan kembali lagi dengan cerita baru. Apakah itu? Tunggu ya. 

Sabtu, 04 Juli 2015

Teman Sahur

Bulan puasa tahun ini sangat berbeda dengan sebelumnya. Kalau biasanya saya sangat malas makan sahur. Tahun ini, ada suasana baru. Sedang merintis bisnis bersama sepupu, saya berniat membuka order pengiriman makan sahur, sekaligus bisa merayakan sahur bersama teamwork, di cafe. Tantangan yang luar biasa. Karena artinya saya harus full selama ramadhan mengalokasikan waktu untuk ini. Padahal tiap Senin-Jumat saya sudah deal siaran part time di radio dari jam 6-10 pagi. Well, I am ok! 

#selfie menjadi salah satu hiburan ketika mata sudah 5 watt 

Bersama Ninda, teman duet pagi membuat segalanya mudah. Tentunya dengan dukungan tim sebelumnya yang membantu mempersiapkan semua material sahur, ada Yuni, Ajeng, Andy, Husni dan Aby. Mereka semua luar biasa. Sahur menjadi hal menyenangkan, sekalian membantu membangunkan costumer, semoga menambah pahala. Tetapi jam biologis menjadi berubah, siang hari saya tidur, malamnya begadang. Ditambah, kami punya pelanggan tetap, bule dari Belgia yang muslim, tetangga yang hampir tiap malam datang ke cafe hingga sahur. Seru kan? Jadi tim pagi menjadi 3 orang, satu tenaga impor haha...

Suka dukanya banyak, salah satunya bisa menjadi lebih dekat dengan costumer. Kemudian bisa makan sahur bersama team, layaknya sebuah keluarga, teratur jam biologisnya --selama sebulan, ramadhan-- kemudian mengasah kemampuan memasak. Ahaiy! Ngetes juga kalau mendapat order banyak, bisa nggak sih menjalankannya? Ternyata bisa. Thanks, God. Terus lagi diuji ketahanan fisiknya. Ini sih nggak nahan ujiannya, musti extra kuat haha. Sampai sejauh ini semua lancar, alhamdulillah. Semoga ini bisa menjadi pijakan yang bagus untuk pijakan selanjutnya yang lebih besar. Aamin


Lho Serba Salah ya?

Kebanyakan orang menilai saya mudah sekali bergaul. Tetapi yang mengenal saya pasti tahu, tak semudah itu. Pertama kenal orang, pasti saya jaga jarak, bahkan terkesan cuek sama sekali. Baru kemudian ketika ada satu hal yang membuat pembicaraan bisa berkembang, saya bisa agak membuka diri. Terus terang, dalam masalah pertemanan ini saya sangat perlu belajar banyak. Entah itu mengenai loyalitas, atau kode etik, apapun itu, yang jelas saya masih terlalu jauh membuatnya mendekati sempurna. 

Iya betul, teman saya banyak. Tapi hanya beberapa yang betul dekat. Saya bukan termasuk orang yang perhatian. Semasa saya kuliah bahkan cuek sama sekali, berjalan saja saya tak pernah menoleh kiri kanan, lempeng, seperti memakai kacamata kuda. Teman baik saya menegur, dan saya untungnya sadar, sedikit demi sedikit berubah menjadi ramah. Itu melelahkan? Iya bagi saya. Tapi ini pilihan baik.

Kemudian saat ini, teman saya makin banyak. Artinya saya harus meluangkan waktu banyak pula untuk mereka. Di sisi lain harus berbagi dengan pekerjaan, bisnis, keluarga, dan masalah pribadi. Ah, saya capek. Tetapi ini hakikat manusia menjadi makhluk sosial, mau tak mau harus dijalani. Tetapi boleh dong selektif, dengan keterbatasan yang saya miliki. Harap maklum kalau tak semua messenger bisa saya balas setiap saat, yang mungkin pengirim message itu memiliki pengalokasian waktu yang berbeda dibanding saya. Ujungnya saya dianggap sombong. Duh, sumpah demi apa saya bisa sombong? Lalu mereka menggunjingkan saya di belakang. Apapun itu terima kasih, yang jelas tak ada maksud saya seperti itu. 

Lalu ketika saya membalas text dari mereka, katanya tumben saya membalas bla bla....lho kok serba salah ya? Entahlah. Selamat berbuka puasa, semoga ibadah hari ini menjadi lebih baik, seterusnya. Aamiin.