Rabu, 14 Maret 2012

cemburu buta


Pagi-pagi ponsel saya berbunyi, ada panggilan dari unkown number. Terus terang saya paling tidak pernah mengangkat telepon dari nomor tak jelas seperti ini. Karena saya sedang ada waktu, saya pencet tombol answer. Tak tahunya dari seorang perempuan, tidak menyebutkan nama, meminta saya tidak mengganggu suaminya. Ia meminta saya memberitahu suaminya yang konon juga menjadi suami saya (artinya saya istri simpanan atau istri muda) supaya tidak main hati. Ealahh perasaan mimpi saya malam itu bertemu dengan pangeran tampan idaman lho, malah pagi-pagi mendapat telepon beginian.

Sepanjang perjalanan kantor saya hanya menduga-duga, sepertinya sih itu telepon dari istri teman kerja, yang memang dari dulu cemburu pada saya. Siangnya ada telepon dari unknown number itu lagi. Benar, dari si perempuan tadi pagi itu. Ia kembali memberitahu dan meminta tolong supaya saya tidak mengurusi suaminya. "Saya itu tidak tahu siapa anda. Oke, kalau anda meminta saya menasehati suami saya yang anda maksud, saya akan menasehatinya. Tapi bagaimana saya bisa menasehati dia, kalau saya tidak tahu anda itu siapa?" Si perempuan menjawab," Ya dia itu. Hari ini ia pakai baju kotak-kotak, akan ke rumah kamu kan? Saya tidak salah orang, kamu yang kerja di EO, kan?" Saya tertawa dalam hati. Saat itu juga saya tahu siapa yang menelepon. Saya crosscheck ke teman saya, dan ternyata benar hari itu ia memakai baju kotak-kotak.

Inilah akibatnya kalau cemburu berlebihan. Saya sama sekali tidak ada hubungan asmara dengan teman EO saya itu. Konyolnya lagi, saya justru tahu banyak siapa pacar-pacar teman saya itu, meski status rumah tangganya sedang bermasalah. Hubungan kami murni karena urusan pekerjaan dan berteman. Lha ia yang cemburu buta melabrak orang yang salah. Fatal kan? Sudah salah, ia juga pasti berimajinasi negatif tentang banyak hal mengenai saya, padahal semuanya tidak benar. Wasting time, kan?

Coba ya kalau ia berpikir positif, pasti ia bisa melakukan banyak hal tanpa terganggu hal tak penting semacam itu. Ia bisa menikmati dan lebih bersyukur pada hari itu. Entah suaminya berlaku apapun, yang penting kita tidak berprasangka negatif. Berbuat baik kepada diri sendiri itu lebih penting daripada ngurusi orang lain. Untung ia melabrak orang seperti saya yang sabar, tidak memaki-maki. Lha kalau ketemunya dengan orang yang sama-sama sewot? Tadi ia kembali menelepon, tapi maaf saya tak ada waktu untuk menjawabnya. Haha..!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar