Senin, 22 Oktober 2012

Literasi Media Goes to Public

Sekitar empat tahun ini saya bersama teman-teman di konsultan media konsen sekali menyosialisasikan literasi media ke publik. Karena apa? Publik sebagai konsumen media sebagian ada yang sudah paham tentang apa itu media dengan segala seluk-beluknya, tetapi tak jarang, bahkan masih banyak sekali pemirsa yang sama sekali belum literate. Kelompok inilah, biasanya ada pada masyarakat grass root dan remaja yang menjadi sasaran empuk media untuk menaikkan rating. Rating, ya karena fokus pertama kami adalah tayangan televisi. Mengapa televisi? Karena media elektronik ini hampir pasti bisa ditemukan di semua rumah penduduk di Indonesia. 

Sebelumnya, ada baiknya (untuk yang belum paham) kita ketahui dulu apa itu literasi media. Biasa pula disebut dengan istilah melek media, ini lebih dimaksudkan untuk memberi pemahaman kepada publik perihal media, apa saja yang ada di dalamnya, bagaimana kinerjanya, sehingga dalam mengkritisinya masyarakat paham dan meninjau dari segala sisi. Kemudian masyarakat bisa menyampaikan kritik, bertemu dengan para pekerja TV atau menyampaikan keluhan ke pihak berwenang seperti Komisi Penyiaran Indonesia, surat pembaca, social media, blog, web, dan aneka media lainnya. Mereka pun bisa bergabung dalam satu komunitas atau grup untuk mendukung kritik yang akan disampaikan. 

Contohnya apabila anda melihat tayangan Opera Van Java di Trans 7. Anda merasa risau dengan program tersebut karena menyajikan candaan yang tidak pas, bias jender, atau sara. Bisa jadi tayangan tersebut anda rasakan kurang tepat jam tayangnya, karena sangat riskan ditonton oleh anak-anak. Ada banyak hal yang bisa dipahami dari situ. Apakah pada program tersebut sudah memenuhi kaidah penyiaran yang benar? Misalnya pada adegan kekerasan, ia menampilkan running text bahwa adegan tersebut tidak boleh ditiru. Menayangkan makanan yang tak layak dikonsumsi dengan mem-blur subjek? 


Tak sekedar itu, kita bisa perhatikan jam tayang, jenis program, tema, dan sebagainya. Ada banyak sisi yang bisa kita pahami untuk modal kritik dan menjadikan kita penonton yang melek media. Ujungnya pada sikap, apakah kita mau terus-menerus dijejali dengan tayangan tak mendidik atau bersikap, mematikan televisi bersama-sama dengan kelompok, kalau perlu memboikot tayangan yang bersangkutan, demi memperoleh program yang baik.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar